Kamis, 30 September 2010

Giligenting Mulai Membudidayakan Melon


KRISIS air bersih di Kecamatan Giligenting sudah menjadi sesuatu yang biasa. Tapi, di tengah sulitnya mendapatkan air dan dengan kondisi tanah yang tandus ternyata lahan di sana masih bisa dimanfaatkan untuk bertani melon. Bahkan dengan hasil produksi yang cukup menggiurkan.

Kekhasan hasil tanaman melon para petani di Pulau Giligenting mampu bersaing di pasaran, baik di Sumenep sendiri maupun di daerah lain. Kini, hasil produksi melon di sana menjadi pilihan utama para konsumen yang mengetahui rasa maupun tekstur melon Giligenting.

Ketua Asosiasi Petani Melon Giligenting Firman Hidayat mengatakan, dilihat dari tekstur buahnya, melon di pulau dengan sekitar 12 ribu penduduk memiliki ciri khas berbeda. "Kalau dibandingkan dengan melon pada umumnya, tekstur melon Giligenting lebih kenyal dan renyah. Kalau biasanya kan lembek," katanya.

Sedangkan dari rasa, tanaman yang dibudidayakan sejak 2004 di pulau dengan empat desa (Gedungan, Bringsang, Aeng Anyar dan Galis) atau satu kecamatan dengan dua pulau dengan Giliraja itu lebih manis dibanding melon biasanya. "Beberapa kali yang kami bandingkan dengan melon di daerah lain memang lebih manis," ujarnya lalu tersenyum.

Padahal kedalaman sumur untuk mendapatkan air bersih di Kecamatan Giligenting antara 17 meter hingga 25 meter. Itupun tidak sembarang tempat dapat digali menjadi Sumur. Sehingga untuk mendapatkan air bersih mereka rela antre lama dengan warga lain di wilayahnya.

Kondisi seperti itu membuat para petani melon memeras otak menyiasati kebutuhan air tanamannya. Mereka menggunakan sistim hidroponik yang ditanam dalam polibag (plastic media tanam). Pembibitan melon menggunakan karung bekas yang didalamnya juga sudah terisi tanah dan pupuk kandang dengan ukuran yang ditentukan. "Satu banding satu. Artinya, kalau satu sak tanah berarti dibutuhkan satu sak pupuk kandang," tuturnya.

Hal yang sama disampaikan Kepala UPT Pertanian Giligenting Fathan Karim. Kebutuhan air terhadap melon yang mereka tanam tergolong sedikit. Untuk 250 pohon, dari umur 1 hingga 45 hari butuh hanya sekitar 15 liter air per hari. "Itu (jumlah air yang disiramkan, Red) tergolong sedikit," katanya. Sedangkan melon siap dipanen memasuki umur 55 hari hingga 60 hari.

Kalau kondisi tanaman sehat, mereka hanya menyisakan dua hingga tiga buah di ruas daun dengan tiga cabang. Yakni ruas daun ke 11, 12, dan 13. Tapi kalau kondisinya tidak memungkinkan, maka hanya disisakan satu buah ruas daun. "Rata rata kalau yang satu cabang berat buah melon berkisar 2,5 kilogram, tapi kalau dua cabang satu melon 1,6 kilogram per melon," tuturnya.

Karim mengungkapkan, di awal membudidayakan melon hanya sekitar 200 pohon. Tapi, musim kemarau tahun ini jumlah budidaya melon di Giligenting tercatat hingga 115 ribu pohon yang ditanam oleh ratusan petani dengan luas lahan sekitar lima hektar dengan rata-rata 23 ribu tanaman per hektare.

Sementara itu, pemasaran melon Giligenting sekarang sudah merambah hingga ke sejumlah wilayah. Meskipun pola pemasarannya tergolong sederhana, tapi mampu bersaing. Para petani juga sudah mampu menjualnya hingga ke luar Sumenep, seperti Pekalongan, Jakarta dan sejumlah kota lainnya.

Harga satu kilogram melon Rp 4 ribu di tingkatan petani. Sedangkan tanaman melon dari sejak awal masa tanam hingga panen hanya membutuhkan modal Rp 2.400 per pohon.

Diungkapkan, pihaknya apresiatif dengan dengan pembudidayaan melon oleh warga. Sehingga, kesejahteraan maupun kemandirian petani dapat terus ditingkatkan. "Petani berarti mulai melaksanakan program pemerintah untuk beragrobisnis dengan pola intensifikasi," ujarnya. (zarnuji/zid/ale/*)
Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda Adalah Bentuk Kepedulian Terhadap Kami....
Terima Kasih

GILIGENTING POLO RADDIN

Silahkan Baca Juga